Bismillahirrahmanirrahim
#onedayonewriting
#day6
duar duar, selaras panjang, senapan, bambu runcing itu saling serang. Terlihat
anak kecil bersembunyi dibalik tumpukkan karung dan menggenggam sebongkah batu.
Seorang ibu menangisi anaknya dipinggir jalan yang menjadi target peluru
kesasar. Seorang ayah kalang kabut ketika pulang dari mencari nafkah, melihat
warna di dinding rumah berganti warna menjadi merah darah. Seorang istri
menunggu dengan cemas kehadiran sang suami yang nyatanya sudah syahid ditengah
jalan melawan beringasnya para penjajah. Seorang suami babak belur sempoyongan
akibat kejamnya penjajah belanda yang berusaha mengambil istri cantiknya untuk
dijadikan simpanan. Seorang anak berlari kesana kemari kebingungan karena orang
tuanya sudah ditawan serdadu jepang. Dan aku, bermodalkan sebongkah batu
kulempari mereka satu persatu. Penjajah biadab! Merdeka atau mati syahid dijalanNya. Tak disangka
tak dinyana baru saja lemparan ketiga, peluru itu sudah menembus keningku. Tak ada
yang kuingat selain, sosok besar hitam yang menghampiriku.
Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak
Aku membuka mata dan melongok ke kanan kiriku. Berada dimanakah aku? Surga atau
neraka? Ah sepertinya tidak keduanya. Aku masih berada di alam fana, dunia,
tepatnya di kasur empukku. Ternyata itu hanya mimpi semata. Hahaha merdeka
indonesiaku. Setidaknya kami tak perlu mengangkat senjata mengusir penjajah. Kami
hanya perlu menahan lapar akibat naiknya pangan, mengirit air akibat kekeringan
dan terhina karena membela kebenaran. Ya, setidaknya tak ada lagi pertumpahan
darah. Aku hanya perlu menahan lapar, mengirit air, dan sedikit diam untuk
mengungkap kebenaran. Mungkinkah ini kemerdekaan? Atau ini mimpiku lagi? Ah sudahlah.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah pada bangsa ini beserta penduduknya.
Shinta Larasati Widjanarko
20.15
Pondok Labu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar