Senin, 17 Agustus 2015

merdeka bangsaku?



Bismillahirrahmanirrahim

#onedayonewriting
#day6

duar duar, selaras panjang, senapan, bambu runcing itu saling serang. Terlihat anak kecil bersembunyi dibalik tumpukkan karung dan menggenggam sebongkah batu. Seorang ibu menangisi anaknya dipinggir jalan yang menjadi target peluru kesasar. Seorang ayah kalang kabut ketika pulang dari mencari nafkah, melihat warna di dinding rumah berganti warna menjadi merah darah. Seorang istri menunggu dengan cemas kehadiran sang suami yang nyatanya sudah syahid ditengah jalan melawan beringasnya para penjajah. Seorang suami babak belur sempoyongan akibat kejamnya penjajah belanda yang berusaha mengambil istri cantiknya untuk dijadikan simpanan. Seorang anak berlari kesana kemari kebingungan karena orang tuanya sudah ditawan serdadu jepang. Dan aku, bermodalkan sebongkah batu kulempari mereka satu persatu. Penjajah biadab!  Merdeka atau mati syahid dijalanNya. Tak disangka tak dinyana baru saja lemparan ketiga, peluru itu sudah menembus keningku. Tak ada yang kuingat selain, sosok besar hitam yang menghampiriku. 

Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak 

Aku membuka mata dan melongok ke kanan kiriku. Berada dimanakah aku? Surga atau neraka? Ah sepertinya tidak keduanya. Aku masih berada di alam fana, dunia, tepatnya di kasur empukku. Ternyata itu hanya mimpi semata. Hahaha merdeka indonesiaku. Setidaknya kami tak perlu mengangkat senjata mengusir penjajah. Kami hanya perlu menahan lapar akibat naiknya pangan, mengirit air akibat kekeringan dan terhina karena membela kebenaran. Ya, setidaknya tak ada lagi pertumpahan darah. Aku hanya perlu menahan lapar, mengirit air, dan sedikit diam untuk mengungkap kebenaran. Mungkinkah ini kemerdekaan? Atau ini mimpiku lagi? Ah sudahlah. 

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah pada bangsa ini beserta penduduknya. 

Shinta Larasati Widjanarko
20.15
Pondok Labu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar