Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah sampai juga perjalanan kali ini ke rumah kakek-nenek
tercinta. Dibutuhkan waktu sekitar 9 jam dari pondok labu menuju desa jati
datar, lampung, menggunakan mobil. Mudik
kali ini tidak jauh berbeda dengan tahun lalu, menggunakan model akomodasi
travel APV milik saudara jauh kami. Memilih model transportasi memang sangat
menunjang proses perjalanan, karena jarak yang ditempuh lumayan jauh yaitu
sekitar 300 km. Dari pondok labu sang pengemudi harus menjemput salah seorang
penumpang dahulu di pondok cabe. Kemudian menerobos macetnya pondok cabe menuju
Tol dengan tujuan merak. Sesampainya di Merak, pemandangan yang indah dari
birunya laut selat sunda melenyapkan lelahnya duduk selama 4 jam. Pelabuhan itu
sangat sepi, tidak seperti biasanya yang dipenuhi berbagai mobil, motor, bahkan
truk. Mobil kami memasuki sebuah kapal besar yang cukup indah penampilannya.
Ternyata kami merupakan penumpang pertama yang masuk ke dalam kapal. Kami
mencara tempat di dalam kapal dan memilih untuk duduk di bagian luar ruangan
agar dapat menikmati birunya selat sunda serta gagahnya gunung krakatau.
Setelah menunggu selama 30 menit kapal pun lepas jangkar dan berangkat menuju
pelabuhan bakauheni. masya Allah birunya selat sunda, semilirnya angin, serta
hijaunya pulau-pulau menemani perjalanan kami kali itu. Tidak terasa kami sudah
sampai di pelabuhan bakauheni. Terlihat gapura besar bertuliskan Selamat Datang
di Kota Lampung, menandai sampainya kami di pulau Sumatera. Pulau besar yang
terletak di sebelah barat Indonesia. Setelah itu, sang supir memilih untuk
pergi ke desa Jati Datar, Bandar Lampung melalui Lintas Timur. Jalanan yang
sepi dengan banyak tikungan dan hutan di sebelah kanan dan kiri jalan. Jalanan
ini sebetulnya merupakan jalan yang cukup rawan karena sering terjadi tindak
kriminal, tetapi Alhamdulillah kami sampai dengan selamat. Di tengah perjalanan
saya melihat sebuah kecelakaan motor 2 orang bocah, 1 orang tergeletak di tepi
jalan dan yang lainnya tergeletak di pekarangan rumah warga. Kepala bocah yang
tergeletak di tepi jalan itu berdarah dan saya fikir pecah. Ada banyak sekali
orang yang mengerumuni namun tak satupun ada yang menolong. Saya bertanya
kepada sang supir travel, “kenapa gak ada yang nolong?” ia menjawab “kalo
nolong malah dikira yang nabrak.” Ya Allah, mengapa ketika ada yang ingin
berbuat baik malah dituduh hal-hal buruk? Well, ini merupakan tanggung jawab
kita bersama. Alhamdulillah pukul
19.30 saya menginjakkan kaki di tanah pasir itu. Mbah Kakung.. Mbo Uo.. Here
I Come
Pelabuhan Merak
Selat Sunda
Shinta Larasati Widjanarko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar