Bismillahirrahmanirrahim
Oh anak kemarin sore
Tersesat jauh mengarungi
samudera
Tenggelam dalam
kepayahan, terbentur dengan buih ombak
Terombang ambing dalam arus
kebimbangan
Oh anak kemarin sore
Mencoba mengukir langit
dengan pena kesungguhan
Menembus batas
memberingas keras
Buta akan kemampuan
Mendekap dunia dengan erat
Mendamba dunia yang gemerlap
Oh anak kemarin sore
Meraba dalam pekatnya
malam
Menangis di atas jembatan
tajam mencoba merangkak agar sampai tempat tujuan
Oh lihatlah, mustahil ada
yang bisa melewati jembatan maut itu
Kecuali mereka yang
sedikit tidur malam untuk mengabdi pada Ilahi
Benar saja ia terjatuh
dan ops tinggal satu jemarinya bergantung di tepian jembatan
Oh anak kemarin sore
malang sekali nasibmu
Amilatun nasibah, begitu
mereka menyebutnya
Tunggu ini belum
berakhir, sebuah cahaya menghantarkannya mencari pegangan
Dengan lumuran darah
disekujur tubuh, terluka akibat tajamnya sang jembatan
Ia perlahan naik lagi mengulang
sebuah kerja keras, merangkak dengan kemustahilan
Karena lenyap segala
bantuan
Tetiba cahaya itu datang
lagi, menuntun sang anak kemarin sore untuk menghadapi destinasi akhir
perjalanannya
Alhamdulillah, cahaya itu
setidaknya menjadi penerang
Menjadi teman di dalam
kesunyi senyapan perjalanan
Menjadi rambu dalam
beramal
Menjadi alarm dalam keta’atan
***
Murrabiyahku –MA- terimakasih telah menjadi cahaya, menuntunku pada jalan
dakwah ini, mencarikan tempat yang tepat, menunjuki lahan yang rawan, rawan
akan perbuatan maksiat dan harus dibereskan. Terima kasih, Allah lah yang
pantas membalas segala yang telah kau lakukan. Ini bukan akhir, malahan awal. Aku
berharap silaturrahim kita kekal hingga ke jannahnya. Kakakku, guruku, temanku,
sahabatku, ya bagiku kau istimewa lebih dari sekedar MR. Ana uhibbuki fillah. I’m
gonna miss you :) Je t’aime
infiniment –MA-.
Shinta Larasati Widjanarko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar