Kamis, 16 Juli 2015

Idul Fitri 1436 Hijriyah



Bismillahirrahmanirrahim


Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimusshalihat


Takbir itu sudah resmi dikumandangkan, pertanda berakhirnya ramadhan kemudian berganti pada bulan syawal

Palu itu resmi diketukkan, konferensi pun sudah memutuskan

“lapor komandan, hilal sudah terlihat” lapor mereka dengan meyakinkan yang sebelumnya disumpah diatas al-qur’an

Ramadhan sahabatku, ia kini pergi dan tak tahu akankah menemuiku lagi. Suatu keniscayaan memang jika ramadhan pasti akan muncul setidak-tidaknya karena tersemat di kalender yang terpampang. Pertanyaanku ialah, akankah umur mengizinkanku menemuinya lagi?  Akankah malaikat maut ‘sibuk’ di tempat lain dan belum berkenan mengunjungiku? Wallahu ta’ala a’lam. Lihatlah matahari terakhir bulan ramadhan, elok kekuningan emas menyilaukan, mengucap salam terakhir pada bulan yang bahkan neraka pun enggan untuk menambah tahanan. Hai langit, sepertinya saat ini penduduk bumi sedang mengagumi mu. Kami sedari tadi memerhatikan untuk memutuskan bulan baru. Sementara mereka yang disana sedang mengelu-elukanmu karena berhasil menjelajahi planet kerdil pluto setelah 9 tahun menunggu. Ya, kami sama sama memerhatikanmu langit. Ramadhan, jika aku diizinkan meminta, aku ingin setiap malam adalah lailatul qadr, dan setiap bulan adalah ramadhan. Aku tidak puas dengan apa yang sudah kulakukan di bulan penuh penuh penuh rahmat dan berkah ini. Jauh sekali dari kata ideal. Huh semoga Tuhanku berkenan mempersatukanku lagi dengan mu ya ramadhan. Ya setidaknya aku berusaha memaksimalkan amalan di bulan-bulan selanjutnya setelahmu. Aku mencintaimu ramadhanku. 

Meski tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, namun ‘alaa kulli haal kita haruslah tetap bersyukur dalam keadaan apapun. Kini, lebaranku akan dihabiskan sepenuhnya di Ibukota yang konon katanya sepi kalo lagi lebaran. Tanah kelahiranku, apa kabarmu disana? Masih kering kerontangkah? Ah sang awan sepertinya sedang berkelana kesana kemari, karena ia pun tak jua mengunjungi tempat tinggalku untuk membawakan setetes air. Aku merindumu Lampung dan kakek serta nenek. Tahun ini, qadarullah, Ia mengizinkanku untuk berlebaran pertama kalinya di Ibukota. Biarkanlah. Segala yang Dia tetapkan tak pernah merugikan, manusia saja yang selalu mencaci tanpa pernah bersyukur. Selamat hari raya iedul fitri 1436 Hijriyah. Taqabalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. 

Sampai jumpa lagi sahabatku, kami pasti akan selalu merindumu.


Shinta Larasati Widjanarko

Pondok Labu

20.45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar