Senin, 20 Juli 2015

Hijab = Suci ?


Bismillahirrahmanirrahim


A :“masyaa Allah,lihatlah gadis itu teduh sekali parasnya.”


B :“subhanallah ini bidadari surga nih, kerudung nya panjang bener. Tampilannya sholihah banget.”


C :“wah itu calon istri gua tuh, pakaiannya selalu syar’i men.. pas gua stalk medsos doi juga isinya dakwah semua. Gils masih ada cewek macem doi di jaman ini cocok lah buat melengkapi kekurangan gua.”


D :“akhie tahu ukhti fulanah kan? Masyaa Allah akhie, ana sudah berazzam untuk melamar dia ketika lulus nanti. Dia terlihat sholihah betul akhie, tak pernah menampakkan fotonya di medsos, kalo diajak mengobrol pun sangat menjaga adab interaksi, rajin mengaji pula.  ana berasumsi dia adalah akhowat baik nan shalihah yang sangat ideal dijadikan calon istri.”


E :“sis gue iri dah ama si fulanah, dia tuh kayaknya perfect bgt gtu napa. Sholat nya tepat waktu, rajin baca qur’an, medsos nya ngomongin islam mele, agamis dah pkknya. Istri sholihah idaman suami bgt dah.”

mukkadimah nya agak gimana gitu ya? hehe #intermezzo 


Apa yang kau fikirkan mengenai mereka yang berkerudung panjang dan berpakaian longgar? Singkatnya berpenampilan syar’i. Seperti pendapat-pendapat diataskah? Atau justru sebaliknya? Kalau saya benar, saya pernah nge post mengenai anggapan buruk wanita berhijab syar’i monggo di scroll kebawah J. Nah kali ini saya akan membuat tulisan mengenai hal sebaliknya alias anggapan kalau wanita berhijab apalagi berhijab syar’i itu sudah sepenuhnya sholihah. Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah. Banyak sekali ekspektasi tinggi yang disematkan kepada mereka yang sudah berhijab terlebih yg hijab syar’i. Well, sebetulnya saya amat tidak menyukai diferensiasi makna dari hijab itu sendiri. Hijab lempar dan hijab syar’i, padahal sudah jelas perintah Allah di surah An-Nur ayat 31

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

serta al ahzab ayat 59

59. Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutup jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang



Bukankah segala hal yang tertuang di Al-Qur’an wajib dilakukan? Setidaknya sedang berproses menuju ke arah sana. Begitu pula dengan hijab yang sesuai syari’at yakni longgar, tidak menyerupai pakaian laki-laki, menutup dada, dan tidak dimaksudkan untuk tabarrruj. Nah perihal hijab syar’i, paradigma yang mengakar pada sebagian besar masyarakat adalah akhlak islami, sholehah, agamis dan lain sebagainya yang berkorelasi dengan keagamaan. Seperti halnya dua sisi dalam mata uang, hal tersebut bisa berdampak positif maupun sebaliknya. Positif tentu saja, setidaknya dunia masih ‘waras’ karena me-labelling akhlak yang baik tercermin pada ketaatan pada Rabbnya yaitu berhijab. Namun yang jadi masalah adalah anggapan bahwa muslimah yang berhijab itu sudah dipastikan terbebas dari dosa, selalu ta’at, tidak pernah maksiat, suci dll makanya alibi kebanyakan orang ketika mau berhijab adalah “kelakukan gua masih bejat nih, gue belum siap, gue mau ngehijabin hati dulu aja ya.” Wih ngeri banget ngga si? Akh, ukh.. (akhie ukhtie) kalo memang benar begitu adanya buat apa sih Allah SWT ciptain surga dan neraka? Tinggal suruh aja semua perempuan berhijab kalo emang hijab itu adalah asuransi kita menjadi penduduk surga. Ya ngga? Seolah-olah dengan berhijab kita langsung di cap bak malaikat, alias tanpa dosa, duh malaikat jelas aja ngga ada dosa wong diciptainnya ngga pake nafsu. Tapi kan manusia diciptakan dengan akal dan nafsu, betul? Nah oleh karena itu seseorang pernah berkata (saya lupa) “manusia bisa menjadi makhluk paling mulia bahkan melebihi malaikat jika ia bisa menunddukkan hawa nafsunya dan mengedepankan akalnya, namun manusia bisa menjadi makhluk paling bejat bahkan melebihi binatang jika hawa nafsunya tidak terkontrol dan tidak mengedepankan akalnya.” 


Bro sis, manusia itu tempat nya dosa sesuai dengan hadits Rasul SAW

"Setiap anak adam itu melakukan kesilapan.Tetapi sebaik-baik mereka adalah yang sentiasa bertaubat.."

bahwa sampai kapanpun juga manusia ga akan pernah bisa luput dari dosa, itulah gunanya ada pertaubatan. Taubat itu tidak hanya sekali namun disesuaikan dengan perbuatan bathil yang dilakukan. Tapi taubat itu harus sungguh sungguh atau taubatan nasuha. Jadi bukan tobat sambel ye hari ini tobat esok maksiat na’udzubillah, pikir deh emang yang kaya gitu bakal diterima? Tanpa disadari hal seperti itu malah secara tidak langsung membuat kita mempermainkan Allah. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah. Ketika kita sadar sudah sangat jauh dengan Rabb, maka jalan satu-satunya adalah bertaubat dengan taubatan nasuha. 


Orang yang memutuskan untuk berhijab adalah tanda  bukti bahwa ia ingin ta’at kepada Rabbnya dan ia menyadari bahwa hijab itu kewajiban bukan pilihan. Terlebih lagi ia pun akan sadar bahwa dengan hijab, ia bisa mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Itu adalah harapan darinya dan orang-orang sekitar. Nah mengapa ada ekspektasi semacam itu? karena ia sudah selangkah lebih maju dibanding mereka yang belum mengenakannya. Ia paham akan ilmu dan urgensi dari hijab itu sendiri. Namun kawan, bagaimana pun juga mereka yang sudah berhijab (syar’i ataupun belum) adalah manusia biasa yang memang tempat khilaf dan dosa. Terkadang mereka berada dimasa futur atau turunnya keimanan , mungkin ketika berada di lembah futur banyak sekali perbuatan maksiat yang dilakukan. Sayangnya, hal tersebut dapat mencoreng diri mereka yang suci karena labelling hijab itu sendiri. Nah ini yang harus dihindari ya, kerudung itu adalah benda mati, sedangkan perbuatan itu dilakukan oleh makhluk hidup. Kalau memang ada saudari kita yang kepergok berbuat tidak baik maka jangan di judge seperti ini “yailah kerudung panjang tapi kelakuan bejat sama aja.” Astaghfirullah jangan sampai ya, jangan pernah salahkan kerudung dan penampilan mereka yang sudah sesuai dengan syariat namun tegur dan nasihatilah secara baik-baik. Penampilan mereka toh tak pernah salah, tapi diri mereka sendiri lah yang sedang jatuh ke lubang kekhilafan. Setidaknya mereka sudah mencoba untuk ta’at dan dekat pada Rabbnya. 

Untuk yang sudah berhijab sesuai syari’at ataupun belum, opini saya diatas semata-mata in syaa Allah bukan ditulis untuk membela diri agar bisa berbuat maksiat kapan saja. Innalillah, namun saya hanya ingin membuka wawasan berfikir mereka yang masih terkungkung dengan image tersebut. Terlepas dari itu semua, menjaga diri dari perbuatan bathil adalah kewajiban kita semua sebagai hamba Allah. Betul, dengan memakai hijab penilaian orang terhadap kita pasti akan berbeda mereka pasti akan lebih menilai kita dengan positif. Justru bersyukurlah dengan hal ini, karena ini merupakan salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap kita untuk meminimalisasi perbuatan maksiat. Nasihat untuk saya sendiri dan saudari-saudari lainnya, PR kita sudah pasti amat banyak dan berat yaitu  memperbaiki diri dan menjadi contoh yang baik bagi sekeliling kita. Jangan lupa untuk selalu mengajak saudari lainnya untuk sama sama menjadi hamba yang sami’na wa atho’na. Islam itu tidak pernah salah, islam itu sempurna, jika kalian melihat ada sesuatu yang salah dari muslim/ah itu semata-mata karena kekhilafan kami semata bukan karena islamnya atau kerudungnya. Islam itu sempurna.


“...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu...” (QS. Al Ma’idah : 3)

Wallahu walliyut taufiq Allahu ta’ala a’lam bisshowab. #NTMS                    

Shinta Larasati Widjanarko
23.20
Pondok Labu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar