Selasa, 17 November 2015

Sebuah kisah



Bismillahirrahmanirrahim
 
Sebuah air mata yang mengalir, selalu mengisyaratkan sebuah perasaan terpendam. Yang sulit sekali diungkapkan atau bahkan sudah tak mungkin diucapkan. Hari ini, seorang anak manusia berbuat kesalahan, kemudian esok ia kembali dengan noktah hitam. Lusa ia membela diri, bahwa hidup ini hanya sekali. Mari nikmati sepuas hati. Esoknya lagi ia berdalih, dan terus membelot bahwa kebahagiaan itu semata hanya di dunia yang menghimpit dan sempit ini. Tak ada apa-apa lagi setelahnya. Kemudian suatu hari ia bertemu dengan seorang rakyat jelata yang bahkan untuk makan sesuap nasi saja membutuhkan peluh yang terus bercucur seharian. Rakyat jelata ini jelas hidup sederhana, namun ikhlas dalam segala apa yang dibuatnya. Ia berkata, aku disini hidup seorang diri, makan pun sehari sekali. Aku tidak perlu menjadi kaya, Tuhanku adalah Dzat yang Maha Kaya. Wahai fulan, menangislah dirimu. Karena Dia sudah “mematikan” hatimu sehingga kau tak dapat menangis lagi karenaNya. Menangislah dirimu, karena kau sudah keliru dalam soal keagamaan. Menangislah dirimu karena berangan sebagai ahli sorga, namun bersikap dengan jelas seperti ahli neraka. Menangislah hingga air mata itu sudah tak keluar lagi, menangislah akan dosa yang terus saja kau lakukan di setiap helaan nafasmu, menangislah wahai fulan. Menangislah sebelum kau ditangisi malaikat penjemput ajalmu. Bisa jadi air mata itu memadamkan murka Rabbmu. Astaghirullah. #NTMS 

SLW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar