Selasa, 21 Juli 2015

lupa akan keberadaannya



Bismillahirrahmanirrahim

Terkadang terlupa dengan kesibukan dunia, kemudian lalai akan apa yang sudah menunggu di depan mata. Tuhanku yang maha baik aku tidak tahu kapan sekiranya malaikat yang kau tugasi itu akan datang menyampaikan kabar gembira. Kabar tentang berakhirnya tahap kedua, kehidupan dunia tepatnya duniaku. Aku tidak berniat menahannya, pun menggagalkannya. Namun, aku pasti akan tersesat dan jatuh ke dalam jika ia datang sekarang. Aku sedang mencari penulis handal agar dapat mempertebal catatan sebelah kanan. Aku juga sedang mencari perbekalan dengan memperbanyak teman-teman yang faham. Siapa tahu kan, mereka dengan senang hati membagi kepunyaan? 


“Betapa banyak manusia yang masih hidup dalam kelalaian sedangkan kain kafannya sedang ditenun.” Imam syafi’i

Ya Rabb, sering sekali diri ini lalai dan terlupa. Dengan berbagai alibi yang ada, seolah urusan hanya dimiliki olehnya. Padahal asupan ruhiyah selalu tersedia, namun selalu abai dan alasan tak punya selera. Astaghfirullah ‘aladzim. 

Rabbku, selama matahari belum terbit dari tempat terbenamnya. Izinkanlah hamba yang faqir dan dhoif ini tersadar akan dunia yang melenakan. Biarlah terasing, tapi dalam pelukanMu ya Kariim. Sesuai dengan sabda Rasul SAW


“Sesungguhnya islam datang dalam keadaan terasing, dan akan kembali dalam keadaan terasing pula, maka beruntunglah mereka yang terasing itu.”

Yang sulit itu bukan hijrahnya, namun keistiqomahannya. Dan Allah SWT adalah hakim yang paling adil. Yaa muqalibal quluub tsabit qalbi ‘alaa diinik wa tha’atik. Aamiin

Wallahu waliyuttaufiq Allahu ta’ala a’lam 


Shinta Larasati Widjanarko

Pondok Labu
20:54

Senin, 20 Juli 2015

Hijab = Suci ?


Bismillahirrahmanirrahim


A :“masyaa Allah,lihatlah gadis itu teduh sekali parasnya.”


B :“subhanallah ini bidadari surga nih, kerudung nya panjang bener. Tampilannya sholihah banget.”


C :“wah itu calon istri gua tuh, pakaiannya selalu syar’i men.. pas gua stalk medsos doi juga isinya dakwah semua. Gils masih ada cewek macem doi di jaman ini cocok lah buat melengkapi kekurangan gua.”


D :“akhie tahu ukhti fulanah kan? Masyaa Allah akhie, ana sudah berazzam untuk melamar dia ketika lulus nanti. Dia terlihat sholihah betul akhie, tak pernah menampakkan fotonya di medsos, kalo diajak mengobrol pun sangat menjaga adab interaksi, rajin mengaji pula.  ana berasumsi dia adalah akhowat baik nan shalihah yang sangat ideal dijadikan calon istri.”


E :“sis gue iri dah ama si fulanah, dia tuh kayaknya perfect bgt gtu napa. Sholat nya tepat waktu, rajin baca qur’an, medsos nya ngomongin islam mele, agamis dah pkknya. Istri sholihah idaman suami bgt dah.”

mukkadimah nya agak gimana gitu ya? hehe #intermezzo 


Apa yang kau fikirkan mengenai mereka yang berkerudung panjang dan berpakaian longgar? Singkatnya berpenampilan syar’i. Seperti pendapat-pendapat diataskah? Atau justru sebaliknya? Kalau saya benar, saya pernah nge post mengenai anggapan buruk wanita berhijab syar’i monggo di scroll kebawah J. Nah kali ini saya akan membuat tulisan mengenai hal sebaliknya alias anggapan kalau wanita berhijab apalagi berhijab syar’i itu sudah sepenuhnya sholihah. Astaghfirullah astaghfirullah astaghfirullah. Banyak sekali ekspektasi tinggi yang disematkan kepada mereka yang sudah berhijab terlebih yg hijab syar’i. Well, sebetulnya saya amat tidak menyukai diferensiasi makna dari hijab itu sendiri. Hijab lempar dan hijab syar’i, padahal sudah jelas perintah Allah di surah An-Nur ayat 31

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

serta al ahzab ayat 59

59. Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutup jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang



Bukankah segala hal yang tertuang di Al-Qur’an wajib dilakukan? Setidaknya sedang berproses menuju ke arah sana. Begitu pula dengan hijab yang sesuai syari’at yakni longgar, tidak menyerupai pakaian laki-laki, menutup dada, dan tidak dimaksudkan untuk tabarrruj. Nah perihal hijab syar’i, paradigma yang mengakar pada sebagian besar masyarakat adalah akhlak islami, sholehah, agamis dan lain sebagainya yang berkorelasi dengan keagamaan. Seperti halnya dua sisi dalam mata uang, hal tersebut bisa berdampak positif maupun sebaliknya. Positif tentu saja, setidaknya dunia masih ‘waras’ karena me-labelling akhlak yang baik tercermin pada ketaatan pada Rabbnya yaitu berhijab. Namun yang jadi masalah adalah anggapan bahwa muslimah yang berhijab itu sudah dipastikan terbebas dari dosa, selalu ta’at, tidak pernah maksiat, suci dll makanya alibi kebanyakan orang ketika mau berhijab adalah “kelakukan gua masih bejat nih, gue belum siap, gue mau ngehijabin hati dulu aja ya.” Wih ngeri banget ngga si? Akh, ukh.. (akhie ukhtie) kalo memang benar begitu adanya buat apa sih Allah SWT ciptain surga dan neraka? Tinggal suruh aja semua perempuan berhijab kalo emang hijab itu adalah asuransi kita menjadi penduduk surga. Ya ngga? Seolah-olah dengan berhijab kita langsung di cap bak malaikat, alias tanpa dosa, duh malaikat jelas aja ngga ada dosa wong diciptainnya ngga pake nafsu. Tapi kan manusia diciptakan dengan akal dan nafsu, betul? Nah oleh karena itu seseorang pernah berkata (saya lupa) “manusia bisa menjadi makhluk paling mulia bahkan melebihi malaikat jika ia bisa menunddukkan hawa nafsunya dan mengedepankan akalnya, namun manusia bisa menjadi makhluk paling bejat bahkan melebihi binatang jika hawa nafsunya tidak terkontrol dan tidak mengedepankan akalnya.” 


Bro sis, manusia itu tempat nya dosa sesuai dengan hadits Rasul SAW

"Setiap anak adam itu melakukan kesilapan.Tetapi sebaik-baik mereka adalah yang sentiasa bertaubat.."

bahwa sampai kapanpun juga manusia ga akan pernah bisa luput dari dosa, itulah gunanya ada pertaubatan. Taubat itu tidak hanya sekali namun disesuaikan dengan perbuatan bathil yang dilakukan. Tapi taubat itu harus sungguh sungguh atau taubatan nasuha. Jadi bukan tobat sambel ye hari ini tobat esok maksiat na’udzubillah, pikir deh emang yang kaya gitu bakal diterima? Tanpa disadari hal seperti itu malah secara tidak langsung membuat kita mempermainkan Allah. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah. Ketika kita sadar sudah sangat jauh dengan Rabb, maka jalan satu-satunya adalah bertaubat dengan taubatan nasuha. 


Orang yang memutuskan untuk berhijab adalah tanda  bukti bahwa ia ingin ta’at kepada Rabbnya dan ia menyadari bahwa hijab itu kewajiban bukan pilihan. Terlebih lagi ia pun akan sadar bahwa dengan hijab, ia bisa mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Itu adalah harapan darinya dan orang-orang sekitar. Nah mengapa ada ekspektasi semacam itu? karena ia sudah selangkah lebih maju dibanding mereka yang belum mengenakannya. Ia paham akan ilmu dan urgensi dari hijab itu sendiri. Namun kawan, bagaimana pun juga mereka yang sudah berhijab (syar’i ataupun belum) adalah manusia biasa yang memang tempat khilaf dan dosa. Terkadang mereka berada dimasa futur atau turunnya keimanan , mungkin ketika berada di lembah futur banyak sekali perbuatan maksiat yang dilakukan. Sayangnya, hal tersebut dapat mencoreng diri mereka yang suci karena labelling hijab itu sendiri. Nah ini yang harus dihindari ya, kerudung itu adalah benda mati, sedangkan perbuatan itu dilakukan oleh makhluk hidup. Kalau memang ada saudari kita yang kepergok berbuat tidak baik maka jangan di judge seperti ini “yailah kerudung panjang tapi kelakuan bejat sama aja.” Astaghfirullah jangan sampai ya, jangan pernah salahkan kerudung dan penampilan mereka yang sudah sesuai dengan syariat namun tegur dan nasihatilah secara baik-baik. Penampilan mereka toh tak pernah salah, tapi diri mereka sendiri lah yang sedang jatuh ke lubang kekhilafan. Setidaknya mereka sudah mencoba untuk ta’at dan dekat pada Rabbnya. 

Untuk yang sudah berhijab sesuai syari’at ataupun belum, opini saya diatas semata-mata in syaa Allah bukan ditulis untuk membela diri agar bisa berbuat maksiat kapan saja. Innalillah, namun saya hanya ingin membuka wawasan berfikir mereka yang masih terkungkung dengan image tersebut. Terlepas dari itu semua, menjaga diri dari perbuatan bathil adalah kewajiban kita semua sebagai hamba Allah. Betul, dengan memakai hijab penilaian orang terhadap kita pasti akan berbeda mereka pasti akan lebih menilai kita dengan positif. Justru bersyukurlah dengan hal ini, karena ini merupakan salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap kita untuk meminimalisasi perbuatan maksiat. Nasihat untuk saya sendiri dan saudari-saudari lainnya, PR kita sudah pasti amat banyak dan berat yaitu  memperbaiki diri dan menjadi contoh yang baik bagi sekeliling kita. Jangan lupa untuk selalu mengajak saudari lainnya untuk sama sama menjadi hamba yang sami’na wa atho’na. Islam itu tidak pernah salah, islam itu sempurna, jika kalian melihat ada sesuatu yang salah dari muslim/ah itu semata-mata karena kekhilafan kami semata bukan karena islamnya atau kerudungnya. Islam itu sempurna.


“...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu...” (QS. Al Ma’idah : 3)

Wallahu walliyut taufiq Allahu ta’ala a’lam bisshowab. #NTMS                    

Shinta Larasati Widjanarko
23.20
Pondok Labu


Kamis, 16 Juli 2015

Idul Fitri 1436 Hijriyah



Bismillahirrahmanirrahim


Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimusshalihat


Takbir itu sudah resmi dikumandangkan, pertanda berakhirnya ramadhan kemudian berganti pada bulan syawal

Palu itu resmi diketukkan, konferensi pun sudah memutuskan

“lapor komandan, hilal sudah terlihat” lapor mereka dengan meyakinkan yang sebelumnya disumpah diatas al-qur’an

Ramadhan sahabatku, ia kini pergi dan tak tahu akankah menemuiku lagi. Suatu keniscayaan memang jika ramadhan pasti akan muncul setidak-tidaknya karena tersemat di kalender yang terpampang. Pertanyaanku ialah, akankah umur mengizinkanku menemuinya lagi?  Akankah malaikat maut ‘sibuk’ di tempat lain dan belum berkenan mengunjungiku? Wallahu ta’ala a’lam. Lihatlah matahari terakhir bulan ramadhan, elok kekuningan emas menyilaukan, mengucap salam terakhir pada bulan yang bahkan neraka pun enggan untuk menambah tahanan. Hai langit, sepertinya saat ini penduduk bumi sedang mengagumi mu. Kami sedari tadi memerhatikan untuk memutuskan bulan baru. Sementara mereka yang disana sedang mengelu-elukanmu karena berhasil menjelajahi planet kerdil pluto setelah 9 tahun menunggu. Ya, kami sama sama memerhatikanmu langit. Ramadhan, jika aku diizinkan meminta, aku ingin setiap malam adalah lailatul qadr, dan setiap bulan adalah ramadhan. Aku tidak puas dengan apa yang sudah kulakukan di bulan penuh penuh penuh rahmat dan berkah ini. Jauh sekali dari kata ideal. Huh semoga Tuhanku berkenan mempersatukanku lagi dengan mu ya ramadhan. Ya setidaknya aku berusaha memaksimalkan amalan di bulan-bulan selanjutnya setelahmu. Aku mencintaimu ramadhanku. 

Meski tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, namun ‘alaa kulli haal kita haruslah tetap bersyukur dalam keadaan apapun. Kini, lebaranku akan dihabiskan sepenuhnya di Ibukota yang konon katanya sepi kalo lagi lebaran. Tanah kelahiranku, apa kabarmu disana? Masih kering kerontangkah? Ah sang awan sepertinya sedang berkelana kesana kemari, karena ia pun tak jua mengunjungi tempat tinggalku untuk membawakan setetes air. Aku merindumu Lampung dan kakek serta nenek. Tahun ini, qadarullah, Ia mengizinkanku untuk berlebaran pertama kalinya di Ibukota. Biarkanlah. Segala yang Dia tetapkan tak pernah merugikan, manusia saja yang selalu mencaci tanpa pernah bersyukur. Selamat hari raya iedul fitri 1436 Hijriyah. Taqabalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. 

Sampai jumpa lagi sahabatku, kami pasti akan selalu merindumu.


Shinta Larasati Widjanarko

Pondok Labu

20.45

Senin, 06 Juli 2015

Especially for you



Bismillahirrahmanirrahim

Oh anak kemarin sore

Tersesat jauh mengarungi samudera 

Tenggelam dalam kepayahan, terbentur dengan buih ombak 

Terombang ambing dalam arus kebimbangan

Oh anak kemarin sore

Mencoba mengukir langit dengan pena kesungguhan

Menembus batas memberingas  keras

Buta akan kemampuan 

Mendekap dunia dengan erat

Mendamba dunia yang gemerlap

Oh anak kemarin sore

Meraba dalam pekatnya malam

Menangis di atas jembatan tajam mencoba merangkak agar sampai tempat tujuan

Oh lihatlah, mustahil ada yang bisa melewati jembatan maut itu 

Kecuali mereka yang sedikit tidur malam untuk mengabdi pada Ilahi

Benar saja ia terjatuh dan ops tinggal satu jemarinya bergantung di tepian jembatan

Oh anak kemarin sore malang sekali nasibmu

Amilatun nasibah, begitu mereka menyebutnya

Tunggu ini belum berakhir, sebuah cahaya menghantarkannya mencari pegangan

Dengan lumuran darah disekujur tubuh, terluka akibat tajamnya sang jembatan

Ia perlahan naik lagi mengulang sebuah kerja keras, merangkak dengan kemustahilan

Karena lenyap segala bantuan

Tetiba cahaya itu datang lagi, menuntun sang anak kemarin sore untuk menghadapi destinasi akhir perjalanannya

Alhamdulillah, cahaya itu setidaknya menjadi penerang 
 
Menjadi teman di dalam kesunyi senyapan perjalanan

Menjadi rambu dalam beramal

Menjadi  alarm dalam keta’atan
                                                                        ***

Murrabiyahku –MA- terimakasih telah menjadi cahaya, menuntunku pada jalan dakwah ini, mencarikan tempat yang tepat, menunjuki lahan yang rawan, rawan akan perbuatan maksiat dan harus dibereskan. Terima kasih, Allah lah yang pantas membalas segala yang telah kau lakukan. Ini bukan akhir, malahan awal. Aku berharap silaturrahim kita kekal hingga ke jannahnya. Kakakku, guruku, temanku, sahabatku, ya bagiku kau istimewa lebih dari sekedar MR. Ana uhibbuki fillah. I’m gonna miss you :) Je t’aime infiniment –MA-.


Shinta Larasati Widjanarko